Monday, March 26, 2007

The Devil Wears Prada: Kontemplasi ala Amerika

Bangsa Amerika meskipun terkenal sebagai bangsa yang sekuler adalah juga bangsa yang suka berkontemplasi, meskipun mereka berkontemplasi dengan cara mereka sendiri: yaitu dengan pergi ke cinema dan menonton film-film yang bagus. Film adalah elemen yang sangat penting dalam budaya Amerika. Film bagi mereka bukan sekedar hiburan, atau lebih celaka lagi: sekedar pelarian yang penuh dengan cerita-cerita takhayul atau membuai penontonnya dengan mimpi-mimpi seperti yang ada dalam sinetron-sinetron kita. Bagi bangsa Amerika, cinema merupakan tempat di mana mereka merenung: dan mempertanyakan kembali nilai-nilai hidup yang mereka jalani. Cinema merupakan semacam tempat untuk menemukan 'pencerahan'.

Semua film Amerika yang baik, mengajak penontonnya untuk berkontemplasi: menggelitik penontonnya untuk merenung dan menemukan hal-hal yang paling berharga dalam kehidupan. Lihat saja Dance with Wolves, Devil's Advocate, English Patient, dll.

Salah satu film yang menyajikan refleksi bagi masyarakat urban adalah: The Devil Wears Prada, yang diproduksi oleh Fox. Film ini berkisah tentang seorang gadis biasa, Andrea, yang 'salah jurusan' dan bekerja di sebuah majalah fesyen yang terkenal, yaitu: Runaway.

Sebelum bekerja di Runaway, Andrea adalah gadis lugu yang biasa: suka berpakaian asal-asalan dan dia hidup bahagia bersama pacarnya, seorang lelaki biasa yang bekerja di restoran. Namun setelah beberapa lama bekerja di Runaway, di tengah gemerlapnya kehidupan para perancang busana, model-model terkenal... lama-kelamaan Andrea pun menjadi 'orang yang berbeda', orang yang bahkan tak dikenali oleh pacar dan teman-temannya sendiri. Dia mulai terobsesi dengan pekerjaannya, mengabaikan pacar dan teman-temannya, dan 'tersesat' di kota Paris yang kemilau dan penuh godaan.

Di tengah gemerlapnya kota Paris, Andrea merana: dia berpisah dengan keluarga dan teman-temannya, dan harus hidup di antara para dewa di dunia fesyen yang ternyata licik, penuh intrik, rencana-rencana busuk untuk saling menjatuhkan, bahkan bersedia melakukan apa saja untuk kelancaran bisnis. Andrea sadar: bahwa fashion bukanlah jalan hidupnya.

Akhirnya ia kembali merindukan hal-hal yang paling berharga dalam hidupnya selama ini: kehidupan yang sederhana bersama pacar, keluarga serta teman-temannya. Film ini mengajak kita untuk merenung dan menemukan arti hidup dalam hal-hal yang sederhana: keluarga dan teman-teman... dan bukannya tas, sepatu, topi atau ikat pinggang. Seperti yang dikatakan oleh Andrea:


"...that I turned my back on my friends and my family and on everything I believed in and... for shoes. And shirts. And jackets and belts...."



Dan bukankah dalam dunia fashion pun, inner beauty tetap merupakan hal yang paling penting?



Selamat menonton.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home