Monday, October 02, 2006

Harjuna dan Daredevil


Membandingkan sosok hero dalam film Amerika dengan sosok hero dalam dunia wayang kulit sangatlah menarik. Sosok hero dalam film-film Amerika kebanyakan adalah orang-orang yang terpecah jiwanya (splitted personality), yang di satu sisi merasa sangat minder dan insecure namun di sisi lain bisa berubah menjadi manusia super-hero yang bisa mengalahkan siapa saja. Sebut saja Spyderman misalnya, remaja pemalu yang selalu menjadi bulan-bulanan teman-temannya di sekolah, tapi dia bisa berubah menjadi seorang manusia super yang jagoan. Pahlawan-pahlawan dalam film-film Amerika kebanyakan juga memakai topeng: Superman, Batman, Daredevil, Zorro, Phantom, bahkan Catwoman, si pahlawan cewek... mereka takut menampilkan jati diri mereka. Mereka selalu bergulat dengan identitas diri mereka: seorang manusia lemah di satu sisi, dan seorang manusia super di sisi lain.

Lain halnya dengan sosok hero dalam wayang kulit, Harjuna atau Gatotkaca misalnya. Mereka sosok yang seimbang secara psikologis: tidak menderita kepribadian rangkap dan memiliki jiwa yang harmonis, tenang dan lemah lembut, dan mampu menguasai diri sepenuhnya. Mereka juga mampu bergaul dengan baik dengan orang-orang di sekitarnya, dengan saudara-saudaranya dan keluarganya. Pandhawa Lima adalah lima bersaudara. Bandingkan dengan Daredevil: yang memiliki tempat persembunyian khusus yang tidak diketahui oleh siapapun, bahkan selalu menghindar dari pacarnya yang terus-menerus menelponnya dan akhirnya pacarnya itupun memutuskan hubungan cinta mereka.

Sosok pahlawan dalam suatu budaya saya kira menggambarkan dambaan terdalam akan seperti apa seharusnya seorang manusia, gambaran seorang manusia ideal... atau mungkin juga gambaran ketakutan-ketakutan mereka. Budaya Barat yang memuja kebebasan dan kemajuan individu menghasilkan sosok-sosok hero yang terombang-ambing dengan pencarian akan identitas diri mereka: merasa insecure dan terasing di satu sisi... tapi di sisi lain selalu rindu untuk menjadi yang superior. Sedangkan filosofi Jawa: yang pada dasarnya mengajarkan seseorang untuk 'menipiskan' perasaan akan diri (ego) dan mengutamakan kebersamaan dan gotong royong, menghasilkan sosok-sosok hero yang lebih utuh kepribadiannya, berpembawaan tenang, dan selaras dengan lingkungannya.

Namun ada juga sosok hero dalam wayang kulit yang unik dan menurut saya menarik untuk diamati, karena dia bisa berubah wujud, yaitu: Sri Bathara Kresna, sang titisan Wisnu... seorang tokoh yang sangat bijak dan pandai berkata-kata, tapi jika sudah marah, dia bisa berubah wujud menjadi raksasa yang mengerikan yang siap menelan apa saja. Ya, rupanya alam semesta pun memiliki sisinya yang gelap.


Salam,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home