Friday, September 15, 2006

BERENANG DAN TAO

"Arrive without traveling, do all without doing, see all without looking."


Sekitar dua bulan terakhir ini saya punya hobi baru: belajar berenang. Awalnya sederhana: suatu sore saya mancing bersama kawan-kawan di sungai. Melihat air sungai yang jernih saya tak tahan untuk nyemplung dan berendam di dalamnya. Dua orang kawan saya tadi, keduanya masih sangat remaja, meminta saya berenang. Saya tidak bisa berenang. Lalu mereka mengajari saya: renang gaya sungai. Dari pengalaman itulah saya mengambil keputusan untuk belajar berenang di kolam renang sungguhan. Karena ternyata berenang itu sangat menyenangkan.

Pertama kali masuk kolam renang, saya takut sekali dengan air. Saya berusaha keras untuk tidak tenggelam. Saya gerakkan tangan dan kaki secepat mungkin, tapi karena ketakutan gerakan saya kacau balau, nafas ngos-ngosan, dan akhirnya tubuh saya tenggelam. Saya berusaha makin keras lagi. Dan makin keras saya berusaha... makin saya tenggelam.

Seorang instruktur renang pernah mengatakan pada saya, "Jangan melawan air. Menyatulah dengan air." Benar. Makin kuat kita melawan air, makin kuat pula air melawan kita. Saat kita rileks, tenang dan menyatu dengan air, tubuh kita akan mengambang dengan sendirinya.

Begitulah pelajaran berharga yang saya dalami sambil berenang: Berhentilah melawan, rangkullah dengan ikhlas. Maka Anda akan menang tanpa berusaha. Inilah esensi ajaran Tao: berhasil 'tanpa berusaha'. Saat kita berusaha terlalu keras, kita justru akan mendapat hasil yang sebaliknya. Saat kita rileks, dan membiarkannya mengalir dengan sendirinya... voila: tahu-tahu kita telah menyelesaikannya.

Maka semua karya yang hebat, entah itu di bidang musik, puisi, maupun ilmu pengetahuan, justru dihasilkan saat pikiran dalam kondisi yang rileks. Konon Albert Einstein menemukan teori relativitasnya ketika sedang duduk melamun di dalam perjalanan dengan kereta api. Seorang penyair ketiduran di bawah pohon saat sedang asyik mendengarkan kicauan burung, begitu terbangun dia menulis sebuah puisi begitu saja dan menjadi mahakarya: Ode to Nightingales. Energi kreatif justru mencapai puncaknya saat pikiran rileks.

Konon, kelabang yang berkaki seribu, dulu pandai sekali menari. Dia dapat menggerakkan seribu kakinya dengan lincahnya. Sayang, ada makhluk lain yang iri: si Belalang Sirik. Maka diapun mencari cara, bagaimana agar si Kelabang tak bisa menari lagi. Maka dengan licik ditulislah sepucuk surat pada kelabang:

"Tn. Kelabang yang baik,
Saya sungguh mengagumi tarian Anda. Bisakah Anda menjelaskan bagaimana Anda menari? Apakah Anda mengangkat kaki Anda yang nomer 147 kemudian kaki nomer 92, lalu menurunkan kaki nomer 64?"

Maka si Kelabang pun mulai memikirkan bagaimana ia menari: makin keras ia memikirkannya, makin sulit ia menari. Dan konon, setelah itu ia tidak pernah menari lagi.

Benang merahnya adalah: jangan berusaha terlalu keras. Rileks, dan biarkan semua mengalir dengan sendirinya. Biarlah Yang Alami menyelesaikan segala sesuatunya. Sehingga bersama The Beatles kita pun dapat berdendang:

"Arrive without traveling, do all without doing, see all without looking...."

BTW, kini saya sudah bisa menguasai gaya katak.


Salam everyone,

2 Comments:

Blogger Totok Sapto said...

Piye to?
Menyatu dengan air-pun harus "Berusaha" juga.
"Membiarkan diri tenang" tidak berontak, tidak melawan, butuh "usaha" juga.
Kalau dalam Tai Chi harus mengeluarkan "Energi Statis". Ya, sama aja butuh usaha, butuh latihan.

He...he...

9:27 PM  
Blogger Yohanes Sutopo said...

We... pernah berkomentar di blog-ku to Tok... Nggak tahu aku, habis lama aq aendiri tak pernah urus. He.. he...

4:08 PM  

Post a Comment

<< Home