Tuesday, June 06, 2006

Otak Reptil, Cinta, Meteng dan Mbobot

Otak Reptil, Cinta, Meteng dan Mbobot

Saya pernah mendengarkan sebuah acara perbincangan di Smart FM tentang pembentukan karakter anak, yang mendatangkan dua orang pembicara ahli dari SD dan TK Karakter di Jakarta. Kedua orang ahli tersebut mengupas faktor-faktor apa saja yang turut menentukan dalam proses pembentukan karakter anak, termasuk dari segi biologisnya, yaitu mengenai organ yang sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter: otak.
Menurut kedua ahli tersebut, dalam belahan otak manusia terdapat paling tidak dua komponen yang sangat menentukan dalam perkembangan karakter seorang anak yaitu: otak reptil dan otak mamalia sempurna. Seperti namanya, otak reptil mengendalikan perilaku seperti binatang melata: agresif, buas, kurang ramah, atau bahkan bengis. Sedangkan otak mamalia sempurna mengendalikan perilaku yang lebih human: ramah, lemah lembut dan bijak. Dalam penelitian disimpulkan bahwa saat seorang anak tertekan atau merasa terancam, otak reptilnya akan terpacu... dan dia cenderung menjadi agresif, kasar dan kejam. Sebaliknya jika dia diperlakukan dengan baik, penuh pengertian dan kasih sayang... otak mamalia-sempurna yang akan terpacu, dan dia menampilkan perilaku yang lebih ramah, lemah lembut dan manusiawi.
Cinta adalah energi penciptaan, begitu kata Anthony de Mello. Perlakukan seorang anak dengan kejam, dia pun akan tumbuh menjadi pribadi yang kejam. Perlakukan seorang anak dengan penuh cinta, dia pun akan tumbuh menjadi pribadi yang baik, ramah dan penuh kasih sayang. Seorang ilmuwan di Barat pernah mengadakan eksperimen pada sejumlah ekor tikus: beberapa ekor tikus diperlakukan dengan baik dan ramah: dan mereka menjadi makhluk yang lebih cerdas dari kawan-kawannya yang kurang diperhatikan atau tidak cukup dipelihara. Seorang anak sekolah yang disayang gurunya, mendapat perhatian yang cukup, dan dipercaya untuk melakukan sesuatu, tumbuh menjadi pribadi yang lebih cerdas dan mandiri.
Lain di Barat, lain lagi di Timur. Jika orang Barat cenderung mengilmiah-ilmiahkan segala sesuatu dan logis, orang Timur cenderung menggunakan rasa dalam memahami sesuatu. Sehingga kalau orang Barat cenderung berkata, "I think..." orang Jawa akan berkata, "Yen dak rasak-rasakake..." Bagi orang Jawa rasa adalah kebenaran tertinggi, bukan nalar atau logika. Maka orang Jawa pun menggunakan rasanya dalam memahami segala sesuatu, termasuk proses dalam pembentukan karakter anak. Menurut orang Jawa karakter anak sudah mulai terbentuk saat hubungan badan suami-istri: jadi berhati-hatilah saat melakukan hubungan badan... sebab kondisi batin saat itu akan sangat menentukan seperti apa watak atau karakter anak yang akan lahir kelak. Katakanlah seorang suami yang pulang mabuk, lalu marah-marah dan dengan nafsu berkobar yang bercampur amarah kemudian menggarap istrinya... anak yang lahir kelak bisa menjadi anak yang mudah marah, kasar, bengis dan jahat.
Begitulah, apa yang batin selalu mendahului apa yang lahir. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Dr. Damarjati Supajar, dosen filsafat timur UGM: dalam bahasa Jawa paling tidak terdapat dua kata berbeda yang berarti hamil, yaitu: meteng dan mbobot. Meteng berasal dari kata peteng (gelap), yaitu hasil perbuatan yang dilakukan gelap-gelapan... dengan hati yang gelap dan di tempat yang gelap! Sedangkan mbobot berasal dari kata bobot: yaitu mengandung wiji sejati, benih sejati, yang semoga nantinya akan menjadi manusia yang berbobot.
Sayangnya berita yang lebih sering saya dengar adalah: seorang mahasiswi atau anak sekolah yang meteng. Ha..ha..ha...

***

0 Comments:

Post a Comment

<< Home