Tuesday, June 06, 2006

Ontologi dalam Kebatinan JAwa

Ontologi Dalam Kebatinan Jawa


"To be or not to be, that's the question." kata Shakespeare. Pertanyaan serupa pun rupanya telah menghayuti pikiran orang Jawa. Benarkah kita benar-benar ada? Ataukah keberadaan kita hanya bersifat maya saja?

Dalam sebuah buku kebatinan Jawa, Serat Jatimurti (penerbit: Yayasan Djojo Bojo, tanpa nama pengarang), dibuat analogi seperti ini: gelombang dan samodera. Keberadaan gelombang adalah nisbi, sedangkan keberadaan samodera itu tetap adanya. Dalam pengertian ini, maka gelombang tidak dapat dikatakan benar-benar ada. Sebab keberadaannya bergantung pada keberadaan sesuatu yang lain: yaitu samodera. Bukankah sesuatu yang tidak bisa ber-ada dengan sendirinya, yang keberadaannya bergantung pada sesuatu yang lain, tidak bisa benar-benar disebut ada? Samoderalah yang benar-benar ada, sedangkan gelombang hanyalah manifestasi saja dari keberadaan samodera.

Demikian pula seluruh ciptaan: dari yang berukuran paling kecil hingga yang berukuran paling besar. Pada dasarnya, menurut buku Serat Jatimurti tersebut, keberadaan ciptaan bukanlah keberadaan yang dapat berdiri sendiri. Keberadaannya bergantung pada Keberadaan Yang Mutlak Ada. Sedangkan ciptaan hanyalah manifestasi dari Keberadaan Yang Maha Ada.

Dalam pengertian seperti inilah buku kebatinan Jawa tersebut mengungkapkan kepercayaannya pada Sang Pencipta: bahwa hanya TUHAN-lah Yang Maha Ada, sedangkan keberadaan seluruh makhluk semata-mata bergantung pada keberadaan-Nya. Namun Serat Jatimurti mengingatkan kita agar tidak menafikan keberadaan ciptaan, sebaliknya: jika keberadaan ciptaan saja tidak bisa kita sangkal, apalagi keberadaan Sang Pencipta.

Anthony de Mello pernah mengungkapkan analogi seperti ini: ibarat penari dan tariannya. Sebuah tarian tak dapat dipisahkan dari sang penarinya. Tapi keduanya juga bukanlah hal yang sama.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home